Monday, March 14, 2016

Bersiap untuk kehilangan

Rindu - Tere Liye
Mukasurat 492

Ambo Uleng mengangguk samar.

"Kau pemuda malang yang terpagut harapan, terjerat keinginan memiliki dan terperangkap kehilangan seseorang yang kau sayangi, Nak. Tiga hal itu ada di dirumu sekarang. Harapan itu belum padam, sejauh apa pun kau pergi. Pun keinginan memiliki itu belum punah, sekuat apa pun kau mengeyahkannya. Dan terakhir, kehilangan itu justru mulai mewujudkan dan nyata. Setiap hari, semakin nampak wujudnya, semakin nyata kehilangannya."

"Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita. Aku tahu, kau akan protes, bagaiman mungkin? Kita bilang cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pencinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahamai penjelasannya, tidak bersedia."

"Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saji takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Hei, ambo, kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahawa kisah kau pastilah yang terbaik dituliskan."

"Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melwati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tanah yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuat lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu di tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiar, dirawat dnegan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuah pahit."

"Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar tentanng kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang yang baik seperti itu. InsyaAllah, besok lusa, Allah sendiri akan menyingkapkan misteri takdirnya."

"Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya, Ambo. Kau siap menghadapi kenyataan apa pun. Jikapun kau akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik"


No comments: